Tampak pekerja galangan Kapal sibuk dengan aktivitasnya. (Foto: Ist) |
Batam, expossidik.com: Beberapa bulan terakhir ini insiden meninggalnya pekerja di perusahaan galangan kapal atau Shipyard di Kota Batam kian marak terjadi. Hal ini tentu menimbulkan perhatian publik dan sekaligus juga menjadi tanda-tanya masyarakat bagaimana kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di perusahaan galangan kapal yang ada di Kota Batam tersebut.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi IV DPRD Kota Batam, Mochamat Mustofa mengatakan pihak perusahaan harus bertanggungjawab secara penuh mengenai insiden tersebut.
Pasalnya, kata dia, memasuki tahun 2021 ini total sudah ada 3 kasus kematian pekerja di Kota Batam yakni, pada bulan Maret di PT ASL Batam, dan di bulan April terdapat di PT TKBI (Tunas Karya Bahari Indonesia) dan terakhir di PT Marcopolo.
"PT ASL dan PT Marcopolo mempunyai kasus yang serupa yakni para pekerja mereka meninggal gara-gara jatuh dari ketinggian, sementara di PT TKBI pekerjanya meninggal karena tersambar petir di dalam kapal, namun semua perusahaan berkilah bahwa insiden itu merupakan kelalaian para pekerja bukan kesalahan mereka," ujarnya ketika dikonfirmasi awak media, Kamis (22/4/2021)
Kata dia, pada hari Kamis (22/4/2021) siang pihaknya bahkan sempat melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke PT Marcopolo untuk meminta klarifikasi perusahaan mengenai insiden kematian seorang pekerja, Calvin Alfahrizi.
Ketika pihaknya meminta klarifikasi kepada pihak PT Marcopolo, pihak PT Marcopolo berkilah bahwa pekerja yang meninggal tersebut bukanlah pekerja dari perusahaan mereka melainkan pekerja Subcon dari PT LCS (Levian Cahaya Sukses) sehingga bukanlah tanggungjawab perusahaan mereka melainkan tanggungjawab dari PT LCS.
"Jadi tadi kami tegaskan pada saat Sidak bahwa semua tanggungjawab dilingkungan kerja itu ketika terjadi kecelakaan kerja maka tanggungjawab sepenuhnya ada di Maincon yaitu di PT Marcopolo. Jadi PT Marcopolo tidak boleh lepas tangan terkait insiden tersebut," tegas politisi dari fraksi PKS itu.
Dalam sidak itu, Mustofa mengaku ia juga mempertanyakan kepada manajemen PT Marcopolo tentang penerapan Safety (K3) saat mendelegasikan pekerjaan tersebut ke PT LCS, apakah ada bukti serah terima dari Safety PT Marcopolo ke pihak Safety PT LCS sebelum melakukan pekerjaan tersebut.
"Pihak PT Marcopolo kurang kooperatif. Jadi pihak HRD nya ketika kami datang ke sana setelah berbincang banyak sama mereka banyak hal yang mereka tidak pahami dan ketika kami meminta untuk mendatangkan bagian Safety perusahaan nya, mereka beralibi tidak bisa dihubungi dan sebagainya," bebernya.
Untuk itu, Mustofa mengatakan, pihaknya menyimpulkan bahwa PT Marcopolo dan PT LCS dalam waktu dekat ini akan dipanggil ke DPRD Batam untuk menjelaskan hal itu semua, dan kronologisnya seperti apa dalam rapat dengar pendapat (RDP).
Kata dia, pihak PT Marcopolo mengaku bahwa kasus tersebut telah diserahkan penanganannya kepada pihak Kepolisian, akan tetapi tujuan pihaknya datang ke perusahaan itu bukan ikut campur dalam penyelidikan Kepolisian, tetapi menyoroti kelalaian penerapan Safety (K3) perusahaan tersebut.
"Jika memang ditemukan ada kelalaian penerapan Safety (K3) di PT Marcopolo, maka sanksi yang paling keras nya adalah pencabutan izin untuk melakukan kegiatan pekerjaan di sana," ujarnya.
Sementara itu, Mustofa mengatakan, dalam sidak itu PT LCS sebagai Subcon PT Marcopolo mengaku bahwa korban itu baru bekerja di perusahaannya selama 4 hari ini, dan korban tersebut masih dalam masa training.
Mendengar hal itu, Mustofa merasa aneh dan heran bahwa dalam dunia kerja ada istilah training, sementara baru 4 hari korban mulai bekerja sudah bekerja dengan situasi kerjaan beresiko tinggi.
"Kami menganggap ada kelalaian di sini bahwa minimal seorang karyawan dia harus diorentasikan terlebih dahulu tentang lingkungan kerjanya. Jadi kalau sudah 4 hari dia telah melakukan pekerjaan maka bisa dipastikan oreantasi itu tidak dilakukan oleh PT LCS," ungkapnya.
Oreantasi yang dimaksud, Mustofa adalah terkait dengan pemahaman Safety dan sebagainya oleh para pekerja sehingga bisa menimalisir resiko kecelakaan kerja.
"Jadi delegasi Safety dari PT Marcopolo selaku Mencon ke Subcon itu harus jelas dan seluruh Safety harus bersertifikat, apabila tidak maka sudah masuk dalam penyalahan aturan," jelasnya.
Menurutnya, apabila terjadi kesalahan tentang ini, maka PT Marcopolo secara aturan telah melanggar dan apabila pengawasan dari Disnaker Provinsi menyatakan ada kesalahan di sana, maka pihaknya akan mendorong untuk sekiranya izin perusahaan itu di cabut karena pekerjaan tersebut terlalu beresiko dan tanpa dilengkapi Safety yang memumpuni.
"Pihak PT Marcopolo harus bertanggungjawab untuk bisa menjelaskan bahwa penerapan Safety (K3) sudah sesuai aturan yang ada, baru nanti kita akan membuat rekomendasinya seperti apa dari DPRD Batam,"
"Masalah ini akan menjadi perhatian kita, karena dalam dua bulan ini sudah ada 3 orang yang meninggal dunia pada saat bekerja. Kami hanya berpikir bahwa di dalam Undang-undang dijelaskan bahwa saat seorang pekerja berangkat atau pulang kerja maka tanggungjawab keselamatan kerja itu ada di perusahaan karena itu masuk dalam kategori kecelakaan kerja
"Apalagi di dalam perusahaan, apapun itu kegiatannya seseorang ini meninggal dalam perusahaan tersebut maka itu sudah masuk dalam kategori kecelakaan kerja sesuai dengan pemahaman yang saya punya. Untuk itu kita akan memanggil pihak perusahaan untuk menjelaskan bagaimana kronologisnya di RDP di Komisi IV DPRD Batam secepatnya," pungkasnya. (Exp)