EXPOSSIDIK.com, Lingga -- Tradisi Mandi di bulan Syafar sudah menjadi tradisi masyarakat setempat secara turun temurun di Kabupaten Lingga. Pada tahun 2017, Pemkab Lingga kembali menyelenggarakan kegiatan tersebut dengan acara yang langsung dipimpin Asisten III Lingga, Abdurakhman di objek Wisata Lubuk Papan, Rabu, 15 November 2017.
“Tradisi Mandi Safar ini sudah dilaksanakan sejak zaman Sultan Riau Lingga, Sultan Abdulrahman Muazamsyah yang memerintah tahun 1883-1911,” kata Abdurakhman
Menurut Abdurakhman, kegiatan Mandi Safar sudah menjadi agenda rutin pemerintah Kabupaten Lingga yang dilaksanakan melalui dinas terkait. Karena berpotensi menjadi objek wisata baru yang sangat menarik, khususnya objek wisata sejarah dan budaya.
Sekaligus untuk meningkatkan silaturahmi, baik dengan sesama tetangga maupun dengan keluarga lainnya. “Makna sosial yang diambil dari kegiatan ini adalah terjalinnya hubungan silaturahmi antarkeluarga dan masyarakat yang ditandai dengan kekompakan dan kebersamaan,” ujarnya.
Di samping menjalin hubungan silaturahmi, makna lain yang diambil dari pagelaran Mandi Safar adalah sebagai sarana untuk introspeksi diri. Baik secara lahiriah maupun secara batin dan mengharapkan rida dari Allah SWT. Dan untuk melestarikan budaya lama yang sudah ada di daerah ini sejak ratusan tahun yang lalu.
"Bulan Safar dikenal sebagai bulan naas, jadi perlu menjadi intropeksi bagi seluruh kalangan. Tradisi menolak bala dari seluruh marabahaya ini harus tetap kita jaga dan lestarikan," ungkapnya
Tradisi Mandi Safar juga dilaksanakan masyarakat Lingga umumnya. Ada yang melaksanakannya secara berkelompok di tempat pemandian umum, pantai dan ada juga yang melaksanakannya di sekitar masjid-masjid yang ada.
Ke depannya, sambung Abdurakhman kegiatan Mandi Safar diharapkan dapat menjadi daya tarik wistawan untuk berkunjung ke Kabupaten Lingga.
MARDIAN